Kamis, 12 Desember 2013

Kekakuan Bahasa dalam Terjemahan Al-Qur'an (Part 1)

Pendahuluan

Tujuan utama dari kegiatan penerjemahan adalah untuk menginformasikan pesan yang tersimpan dalam satu bahasa kepada pihak yang tidak memahami bahasa tersebut dengan cara mengalihkan pesan itu kedalam bahasa lain yang dimengerti oleh pihak tersebut. Paling tidak itulah tujuan yang paling umum dari kegiatan penerjemahan. Teks-teks yang mengalami proses penerjemahan tentu saja sangat beragam baik dari segi genre, bidang ilmu, maupun dari sasaran yang diinginkan. Salah satu teks yang cukup signifikan dalam kehidupan masyarakat manusia adalah tek kitab suci. Teks ini biasanya pertama kali tertuang dalam bahasa tertentu. Kitab Taurat tertulis dalam bahasa Ibrani, Injil tertuang dalam bahasa Latin, Kitab Al-Qur’an menyampaikan pesan-pesan ilahiah melalui bahasa Arab, dan Wedha termaktub dalam teks berbahasa Sansekerta. Namun demikian, kitab-kitab tersebut umumnya tidak membatasi sasaran pembacanya hanya pada orang-orang yang memahami bahasa pertama itu. Naskah-naskah kitab biasanya berlaku umum pada semua manusia, karena konsep dan ide-ide religi yang ada memang diperuntukan secara universal kepada manusia.
Ketika kitab-kitab itu menyebar seiring dengan penyebaran faham agama ke berbagai negara, maka dilakukanlah kegiatan penerjemahan kitab suci. Sasaran utamanya adalah agar memahamkan masyarakat pemeluk satu faham agama mengenai ajaran-ajaran yang menyangkut kehidupan beragama. Kitab Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam pun mengalami proses serupa. Kitab ini diterjemahkan ke berbagai bahasa agar para pemeluknya dapat memahami firman-firman Tuhan yang tertuang dalam bahasa Arab. Indonesia dan Malasyia merupakan dua negara dengan pemeluk agama Islam yang paling besar di wilayah Asia Tenggara. Kitab Al-Qur’an di kedua wilayah ini juga tersaji bersama dengan teks terjemahan yang berbahasa Indonesia dan bahasa Melayu.
Dari kajian yang dilakukan sebelumnya, penulis mendapatkan adanya bentuk-bentuk kekakuan bahasa dalam teks terjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia. Temuan tersebut kemudian mendorong penulis untuk melihat teks terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Melayu, sebagai bahasa yang terdekat familinya dengan bahasa Indonesia. Adapun fokus kajian kali ini diarahkan pada kekuan berupa redudansi dan kejanggalan urutan kata. Analisa akan dilakukan dengan membandingkan dan mengkontraskan. Perbandingan dilakukan dengan memparalelkan kedua versi teks terjemahan, yang kemudian keduanya dikontraskan dengan teks asli sebagai acuan penentuan kategori-kategori penerjemahan yang baik dan benar.

Analisa dan Pembahasan
Hasil analisa menunjukkan bahwa kekakuan-kekakuan yang terbaca dalam teks terjemahan Al-Qur’an versi bahasa Indonesia juga ditemukan dalam bahasa Melayu. Perbandingan dari kedua versi tersebut tersaji dalam Tabel 1. Data yang tersaji tersebut tentu saja tidak bermaksud untuk menjadi representasi dari teks-teks terjemahan Al-Qur’an yang terlampau banyak untuk dibahas secara memadai dalam ruang sempit ini. Namun demikian, data ini dapat menjadi preview mengenai kualitas penerjemahan Al-Qur’an dipandang dari prinsip-prinsip penerjemahan.
a. Redudansi
Redudansi atau pemborosan elemen bahasa merupakan fenomena yang banyak ditemui sebagai faktor yang menjadi kebahasaan teks terjemahan Al-Qur’an tidak begitu luwes. Redudansi ini meliputi elemen-elemen kata ganti, objek tak langsung, klausa, konjungsi, dan kata keterangan. Hal ini ternyata berlaku baik pada bahasa Melayu maupun bahasa Indonesia. Sebagai contohnya, berikut kutipan terjemahan dari dua versi itu, dengan titik tekan pada unsur kalimat objek tidak langsung (dicetak tebal).
Tabel. 1
Komparasi Teks Terjemahan Al-Qur’an
Indonesia-Melayu


No
Unsur
Bahasa Indonesia
Bahasa Melayu
REDUDANSI
1

Objek tak langsung
(2:3)….dan (mereka) menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,





(2:102) Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat.

(2:121). Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya , mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
(2:3). Iaitu orang-orang yang beriman kepada perkara-perkara yang ghaib dan mendirikan (mengerjakan) sembahyang serta
membelanjakan (mendermakan) sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.
102...Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat.
121. Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu
beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

2
Kata ganti

2: 27. (Dengan sebab keingkaran mereka), Allah mematerikan atas hati mereka serta pendengaran mereka dan pada penglihatan mereka ada penutupnya dan bagi mereka pula disediakan azab seksa yang amat besar.
2: 29 Mereka hendak memperdayakan Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya memperdaya dirinya sendiri,
sedang mereka tidak menyedarinya.
3
Konjungsi
(2:205) Dan apabila ia berpaling, ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.

(3:87) Mereka itu, balasannya ialah: bahwasanya la’nat Allah ditimpakan kepada mereka, la’nat para malaikat dan manusia seluruhnya,

205. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.

87. Mereka itu balasannya ialah bahawa mereka ditimpa laknat Allah dan malaikatNya serta sekalian orang-orang (yang beriman).
4
Keterangan
(2:25)… bahwa mereka disediakan syurga-syurga yang mengalir sungai-sungai didalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam syurga-syurga...Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka didalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.
25. Dan berilah khabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal soleh, sesungguhnya mereka beroleh Syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai; tiap-tiap kali mereka diberikan satu pemberian dari sejenis buah-buahan Syurga itu, ... dan mereka diberikan rezeki itu yang sama rupanya (tetapi berlainan hakikatnya) dan disediakan untuk mereka dalam Syurga itu pasangan-pasangan, isteri-isteri yang sentiasa bersih suci, sedang mereka pula kekal di dalamnya selama-lamanya.

5
klausa
(2:6) …sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.


(2:6) Sesungguhnya orang-orang kafir (yang tidak akan beriman), sama sahaja kepada mereka: Samada engkau beri amaran kepadanya atau engkau tidak beri amaran, mereka tidak akan beriman.


PERISTILAHAN DAN URUTAN KATA
6
Istilah
(3:178) Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.

3:178 178. Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahawa Kami membiarkan (mereka hidup lama) itu baik bagi diri mereka; kerana sesungguhnya Kami biarkan mereka hanyalah supaya mereka bertambah dosa (di dunia) dan mereka pula beroleh azab seksa yang menghina (di akhirat kelak).

7
Urutan Frasa
(2:102) Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang dengan isterinya.
(2:107) Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.

102. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya.
107. Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.


Bahasa Indonesia (BI)
(2:121). Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya , mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

Bahasa Melayu (BM)
2-121. Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi

Kedua versi terjemahan ini sama, tanpa beda apapun baik dari segi gramatikalnya, pilihan kata ataupun peristilahannya. Hal ini bisa difahami karena Melayu dan Indonesia merupakan dua bahasa yang sangat dekat. Dengan kesamaan tersebut, maka redudansi yang muncul juga sama. Dalam bahasa yang lazim, kata ”kepadanya” sebenarnya cukup disebutkan pada awal, yakni pada klausa pertama. Atau bahkan tidak perlu sama sekali, karena kata kepadanya mengacu pada subyek pasif. Makna itu pada klausa-klausa berikutnya menjadi unsur elips, yang tetap bisa ditangkap oleh pembaca. Dari segi penerjemahan, teks terjemahan ini merupakan bentuk terjemahan harfiah, dengan menuangkan semua unsur gramatikal yang terdapat dalam bahasa Arab, teks Al-Qur’an.
Alladziina Ataena Hum ulKitaba
Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya

Kalimat terjemahan di atas sebenarnya cukup ditulis, dengan ”Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab.” Tanpa ada kata ”kepadanya,” makna yang dimaksud sudah jelas, karena subyek pada kalimat pasif seperti sudah menjadi ”obyek tidak langsung” secara semantis. Penerjemahan semacam ini timbul, karena penterjemah terlalu ketat mengikuti tata gramatikal bahasa sumber. Ungkapan ”Alladziina” dalam bahasa Arab berarti ”orang-orang yang,” ”Ataena” bermakna ”Kami berikan,” ”Hum” berarti ”mereka” dan ”ulKitab” yang artinya ”Al-Kitab.” Dari rincian ini, produk terjemahan yang ada merupakan hasil dari proses penerjemahan secara harfiah dengan menampilkan seluruh realitas kebahasaan dari bahasa sumber. Sebagaimana diungkapkan oleh Suryawinata dan Hariyanto (2003:48) berikut ini.
”Terjemahan yang sangat berpihak pada teks Bsu adalah terjemahan harfiah. Terjemahan jenis ini berusaha untuk mempertahankan bentuk (gaya) dan makna yang ada di dalam teks Bsu di dalam terjemahannya, tanpa memperhitungkan apakah bentuk atau gaya bahasa itu wajar dalam Bsa, apakah pembaca teks Bsa-nya bisa mengerti terjemahan itu dengan mudah atau tidak.”

Tentu, teks terjemahan di atas tidak sampai menyulitkan pembaca dalam memahami teks, tetapi lebih pada ”ketidakwajaran” teks itu bagi persepsi pembaca Indonesia. Hal ini pun berlaku bagi bagian lain dari penerjemahan ayat yang sama, yakni perulangan kata ”kepadanya” hanyalah manifestasi dari keberadaan kata ”bihi” dalam teks asli yang secara harfiah memang selalu melekat pada akhir klausa dalam ayat di atas.
Hal yang serupa juga berlaku pada redudansi pada elemen kata ganti pada data dalam Tabel 1. Teks terjemahan Ayat (2:27) memperlihatkan adanya kata ganti milik yang terus disebut-sebut bersama properti yang dimiliki: ”Allah mematerikan atas hati mereka, serta pendengaran mereka, dan pada penglihatan mereka ada penutupnya.” Dalam ujaran bahasa Indonesia yang lazim, kata ganti milik ini diucapkan atau dituliskan setelah rangkaian benda yang dimiliki itu disebutkan. Jadi, akan berbunyi seperti berikut: ”Allah mematerikan hati serta pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup.” Teks terjemahan semacam ini juga timbul karena faktor keharfiahan metode yang diterapkan. Begitu juga dengan pada terjemahan ayat (2:29), dengan redudansi kata ganti subyek, ”mereka” yang berulang hingga tiga kali, dengan mengulang subyek yang sama pada tiga klausa aktif yang memiliki subyek serupa. Semestinya kalimat yang lazim akan mengelips subyek pada klausa kedua dan ketiga, karena maknanya sudah terwakili dari klausa pertama.
Penerjemahan pada ayat (2:205) juga memperlihatkan kesamaan. Kali ini yang menjadi korban adalah konjungsi ”dan” yang dimunculkan empat kali. Fungsi ”dan” pada teks itu adalah untuk menyebutkan perincian, yang biasanya dalam teks bahasa Indonesia hanya diwujudkan dengan tanda koma; kata ”dan” muncul sekali sebelum rincian terakhir disebutkan. Bila kita tengok pada teks asli, kita akan mendapati kata ”wa” memang selalu mengawali klausa-klausa dalam kalimat panjang pada ayat ini.
Penterjemahan yang terlalu kaku mengikut bentuk kebahasaan teks sumber juga tampak jelas pada pemunculan konjungsi bahwa pada teks terjemahan ayat (3:87). Hal ini berlaku pada kedua versi, yang memang sama persis, kecuali perbedaan bentuk ”bahwasanya” dan ”bahawa.” Kata itu merupakan terjemahan dari kata ”Anna.”

Ulaaika Jazaauhum Anna Alaihim Laknatullah
Mereka itu balasannya ialah bahwasanya la’nat Allah ditimpakan kepada mereka (BI)
Mereka itu balasannya ialah bahawa mereka ditimpa laknat Allah (BM)
Kata ”bahwasanya” muncul sebagai pengganti kata ”anna” dalam bahasa Arab, teks sumber. Padahal secara normal dengan adanya kata ”ialah” sudah cukup mewakili makna yang ingin disampaikan. Begitu juga dengan subyek kalimat yang berputar-putar antara kata ganti subyek, yang diaposisikan dengan kata ganti milik. Mestinya bisa disederhanakan dan lebih jelas dengan langsung menyebut kata ganti milik, ”Balasan mereka.”
Bila kita telusuri lebih lanjut pada versi bahasa Indonesia, ada redudansi kata benda milik dari beberapa subyek yang berbeda, ”laknat.” Maksudnya, kata ini cukup disebutkan sekali di awal, kemudian diikuti dengan subyek pemilik. Bila kita kontraskan dengan teks asli, cara ini sangat berlawanan dengan fakta sebelumnya. Teks asli hanya menyebutkan kata ”laknat” hanya sekali saja sebelum subyek ”Allah.”
Laknatallahi Walmalaaikati Wannasi Ajmaiin

Teks di atas dengan demikian diterjemahkan tidak secara harfiah, karena teks asli hanya menyebutkan satu kata ”laknat”. Tetapi teks terjemahan menyebut kata itu tiga kali. Dalam hal ini, versi Melayu bisa dikatakan lebih konsisten dalam menerapkan keharfiahan terjemahannya. Nilai lebih dari versi Melayu pada teks terjemahan ayat ini juga tampak dari susunan kalimat pasifnya.

La’nat Allah ditimpakkan kepada mereka (BI)
Mereka ditimpa laknat Allah (BM)

Versi bahasa Melayu tampak lebih simpel dan lebih mudah dipahami, karena versi bahasa Indonesia terasa berputar-putar dan memunculkan banyak redudansi unsur –unsur yang mestinya tidak perlu hadir. Dengan demikian, akan lebih luwes, bila ayat (3:87) diartikan dengan, ”Balasan mereka adalah mereka ditimpa laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya.”
Redudansi klausa pada teks terjemahan ayat (2:6) yang menunjukkan dua klausa sejajar dengan makna serupa.
A’andzartahum Amlam Tundzirhum
...kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan...(BI)
...engkau beri amaran kepadanya atau engkau tidak beri amaran... (BM)
Dua klausa dalam teks terjemahan memang merupakan representasi dari dua klausa yang juga terdapat dalam teks sumber. Lagi-lagi keharfiahan adalah alasan di balik kemunculan teks yang redudans ini. Walaupun versi bahasa Indonesia kali ini juga akan menyimpang dari keharfiahan, karena kata ”kepadanya” tidak muncul. Teks asli menyebutkan morfem atau kata ”hum” yang bermakna ”mereka.” Secara kaidah penerjemahan yang baik, makna ”mereka” sudah terimplikasi dari subyek pada klausa sebelumnya, sebagaimmana tampak pada kutipan berikut.
…sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman (BI)
(2:6) Sesungguhnya orang-orang kafir (yang tidak akan beriman), sama sahaja kepada mereka: Samada engkau beri amaran kepadanya atau engkau tidak beri amaran, mereka tidak akan beriman (BM)

Dengan demikian terjemahan yang lebih tepat untuk dua klausa sejajara di atas adalah ”kamu beri peringatan atau tidak”—sebuah bentuk kalimat yang lebih berterima bagi pembaca Indonesia dan Melayu sebagai sasaran dari teks terjemahan ini.