Tampilkan postingan dengan label Abstract. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Abstract. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 Desember 2008

Abstrak-Penerjemahan Al-Qur'an (Indonesia Vs Melayu)


Al-Qur’an merupakan sumber rujukan suci bagi komunitas muslim di dunia termasuk mereka yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Melayu. Dari penelitian sebelumnya, penterjemahan Al-Qur’an ke Bahasa Indonesia memperlihatkan berbagai kekakuan dalam hal kebahasaan. Padahal kekakuan seperti itu cenderung mengurangi keterbacaan sebuah teks, dengan demikian mengganggu pemahaman pembaca sasaran, yakni pemeluk Agama Islam Indonesia, yang ingin memahami firman Allah tersebut. Kemudian timbul pertanyaan apakah kekuan yang sama juga ditemukan dalam Al-Qur’an versi Melayu sebagai bahasa kerabat Bahasa Indonesia?Kajian ini bermaksud membedah penterjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Melayu, yang akan dibandingkan dengan versi bahasa Indonesia, dengan mengacu pada hasil kajian sebelumnya. Penulis hanya akan berfokus pada redudansi dan ketidaktepatan urutan kata. Apakah terjemahan versi Melayu juga menunjukkan fenomena serupa atau sebaliknya dan apakah ciri bahasa yang tidak natural merupakan hal yang lazim dalam penterjemahan kitab suci. Dengan kata lain, ketidakalamiahan terjemahan itu merupakan bentuk penjagaan nilai-nilai kesucian kalimat-kalimat Tuhan, dan bukan sekedar sebuah khilaf dalam melakukan tugas penterjemahan. Kata Kunci: Penerjemahan, Kekakuan, Otoritatif

Rabu, 10 Desember 2008

Abstract: Beauty in Today Teen's Eyes


Young female writers shocked the literary field of Indonesia by publishing their works in their way: light, unburdened, and fresh. Their language choice is easily understandable: the noverls were written in a colloquial style. The books were sold well. It did refresh our literary world. The teenagers, at least, have more alternatives to read something composed by their peers. Through their pens, our teens share their views on reality in their very style. One of the outstanding concepts evoked in their writing is the formulation of “beauty”. This paper took four novels, My Friends-My Dreams, Ramalan Fudus Ororpus, Kana di Negeri Kiwi, dan Summer Triangel, to discover the teen’s perspective concerning beauty. The concept is internalized in their mind through the discourses developed in their social background and through the media. They select those discourses, and take one they believe in it. The analysis shows that their concept of beauty is not so different from the general one—or patriarchal beauty. However, they insist that being beauty does not necessarily mean to be happy, as it was obviously declared in Kana di Negeri Kiwi. The beauty is : tall, white, black and straight hair, and well-shaped body. This is just a result of the dominance of patriarchy, standing in the same position of capitalism to whom the main stream media are belonged. The media holder is the only one dictating whats to be “beauty.” Key Words: teen, novel, beauty

Abstrak_Strukturalisme Srinthil



Aplikasi Linguistik Struktural dalam Membelah Dunia Sastra
(Sentralitas Srinthil dalam Ronggeng Dukuh Paruk)
Khristianto
Fakultas Sastra, UMP
rezalx@yahoo.com

Tzvetan Todorov menggunakan strukturalisme “as an instrument for negotiating the passage from an initial state of equilibrium, through an action or event disturbing that initial state, to a terminal state in which equilibrium is reestablished but on other grounds” (1968 via Herman:2000). Melalui naratologinya, Todorov menerapkan teori-teori linguistik struktural untuk memahami karya-karya sastra. Aplikasi strukturalisme serupa juga dilakukan oleh Levi Strausse untuk memahami ribuan mitos yang ia kumpulkan dari suku-suku primitif di Amerika Latin. Dengan jalan serupa Ahimsa Putra (2006) menerapkan strukturalisme gaya Strausse untuk mengkaji dongeng dan narasi-narasi folklore, bahkan karya sastra.
Kajian ini mencoba meniru penerapan pisau bedah serupa untuk memahami relasi para tokoh dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk (RDP) karya Ahmad Tohari--sebuah trilogi yang sangat bermuatan nilai-nilai lokal baik sebagai latar atau setting cerita. Sang penulis, Ahmad Tohari, yang memang merupakan bagian dari budaya sebagai inang dari nilai-nilai lokal itu berupaya menghidupkan segala nilai yang melekat dalam tradisi ronggeng yang berkembang dalam budaya Banyumasan, atau lebih tepatnya budaya Bagelen, karena ronggeng atau lengger bukan hanya hidup di Banyumas, tetapi juga di Banjarnegara dan juga di wilayah Jawa Tengah bagian Barat-Selatan lain.
Dari analisa struktural atas dongeng ronggeng yang digubah oleh Ahmad Tohari, diperlihatkan bagaimana masing-masing tokoh berelasi dalam ceriteme-ceriteme yang kadang sama dan di sisi lain memiliki perbedaan. Posisi-posisi yang ditempati oleh karakter dalam cerita terbukti bisa terhubung dari peran-peran yang mereka tempati dan masing-masing memiliki fitur-fitur untuk menyatukan dan membedakan. Srinthil menempati posisi sentral yang menghubungkan semua tokoh lain dalam RDP. Oposisi biner tampak dari analisa atas para klien dari profesi Srinthil sebagai ronggeng. Tampak juga ternyata Srinthil dan Rasus merupakan dua tokoh yang memiliki posisi serupa bagi desanya, Dukuh Paruk. Keduanya seakan merupakan transformasi sebagai tokoh ideal. Terakhir, pengalaman yang dialami oleh para tokoh penting menggambarkan perspektif pengarang akan perilaku penguasa saat itu terhadap peristiwa G 30 S PKI.

Abstrak-Penerjemahan The Prophet


Semnas_fbsdn@yahoo.com

PENERJEMAHAN MAJAS PERBANDINGAN
DALAM NOVEL THE PROPHET KARYA KAHLIL GIBRAN

Khristianto & Sulasih Nurhayati*
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PURWOKERTO

Karya sastra dalam bentuk apapun memiliki pilihan-pilihan kata yang tegas, yang diambil bukan secara acak, sebaliknya dipilih dengan berbagai pertimbangan. Kata-kata tersebut diungkapkan untuk mewakili setiap sudut dari konsep yang ingin disampaikan pengarang. Kata membawa rasa dan kepekaan pengarang pada satu fenomena yang menjadi konsep khas yang menyentuh nurani pengarang.
Penerjemah karya sastra dalam menjalankan tugasnya harus bisa memahami maksud dari pencipta karya itu yang diungkapkan melalui karyanya. Pemahaman bisa dicapai dengan memanfaatkan sarana untuk menafsirkan maksud tersebut, yang berupa penanda linguistik, stilistik dan tematik. Jadi penerjemah dalam hal ini bukan menerjemahkan maksud pengarang, melainkan menerjemahkan penafsirannya pada maksud pengarang (Nord: 1997).
Karya prosa terjemahan yang akan disoroti dalam kajian ini adalah “Sang Nabi” (SN) yang dilakukan oleh Sri Kustandyah. Novel terjemahan tersebut merupakan hasil terjemahan novel “The Prophet” (TP) karya Kahlil Gibran. Karya ini banyak menggunakan simbol dan idiom dalam mengungkapkan makna yang ingin disampaikan pengarangnya. Hal ini wajar dilakukan oleh pengarang karena perangkat-perangkat semacam itu memang lazim digunakan untuk semaksimal mungkin membawa konsep yang tersimpan dalam pikirannya. Secara khusus, penelitian ini akan menyoroti penerjemahan majas perbandingan yang terdapat dalam novel yang di-Indonesia-kan oleh Sri Kustandiyah (SK). Dari hasil analisa menunjukkan, penerjemah telah berhasil menuangkan ide inti dari majas perbandingan dalam novel, meskipun ada kesilapan dalam menerjemahkan beberapa unsure fungsi yang cukup punya pengaruh dalam makna. Kesilapan ini tidak menjadikan pembaca Indonesia kehilangan gagasan dan keindahan gaya bahasa yang dieksplorasi oleh Gibran.